NULES.CO - Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) tidak bisa dipisahkan dari salah satu ulama kharismatik kelahiran Madura, yaitu Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Selain merupakan ulama pencetak ulama, Syaikhona Muhammad Kholil memiliki peran yang sangat bersejarah di balik berdirinya Nahdlatul Ulama. Sekitar dalam kurun waktu tahun 1924 terjadilah peristiwa besar mengejutkan yang menjadi jawaban atas kegelisahan kaum pesantren dan sekaligus menjadi jawaban atas munajat, ikhtiyar dan istikharah Kiai Hasyim Asy’ari.
Sebuah petunjuk dan isyarat serta inspirasi datang dari Syaikhona Muhammad Kholil dengan mengutus muridnya yaitu Kiai As’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan tongkat dengan pesan berupa surat Thoha ayat 17-21 dan Tasbih dengan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar, diantarkan ke Hadlratussyekh Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang.
Kiai bernama lengkap KH. Muhammad Kholil lahir pada Rabu 9 Shafar 1252 H/25 Mei 1835 M, di desa Kramat, Bangkalan dari pasangan Kiai Abdul Latif dan Nyai Siti Khadijah. Dan wafat pada Kamis 29 Ramadhan, 1343 H/23 April 1925 M. Selain mempunyai santri-santri yang kemudian menjadi ulama besar dan menjadi tokoh pahlawan nasional, beliau juga memiliki berbagai macam karya fenomenal yang turut menghiasi peradaban keilmuan khususnya di Nusantara.
Kontribusi keilmuan Syaikhona Mohammad Kholil ini diakui sebagai kontribusi besar oleh Sayyid Salim bin Jindan Al-Muhaddits, ia menuturkan dalam kitab Al-Khulashah Al-Kafiyah fi Al Asanid Al-Aliyah bahwa “Mayoritas ulama Jawa nyantri (belajar) kepada Syaikhona Mohammad Kholil karena mengharapkan keberkahan ilmunya. Kami belum pernah menemukan seorangpun di Jawa dari yang paling luhur hingga yang paling bawah kecuali sudah pernah belajar kepadanya, dan tidaklah seorang dari ulama Indonesia hendak membuka pengajaran kecuali sudah pernah ngalap berkah dengan cara belajar kepadanya (Syekh Kholil). Dia dianugrahi umur panjang dengan usia melebihi 120 tahun. Sama sekali tidak pernah ikhtilat, tidak pernah pikun dalam kuatnya ingatan dan kecerdasan yang luar biasa”.
Baca Juga: Yuk, Mengenal Padanan Istilah Berikut!
Dalam kitab yang sama, Sayyid Salim bin Jindan mengatakan bahwa Syaikhona Mohammad Kholil merupakan seorang Imam, wali besar dan Qutb, masyhur, ‘Alim, pengetahuan yang luas, tutur bahasanya menjadi rujukan ketika sebuah pembahasan menjadi buntu, samudera ketelitian yang tidaklah seorang diunggulkan untuk memberi jalan keluar atas kemusykilan-kemusykilan kecuali kepadanya, dialah Abu Imron Khalilullah bin Abdul Latif.
Syekh Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani juga meriwayatkan bahwa Syaikhona Mohammad Kholil adalah seorang yang mahir dalam banyak bidang keilmuan, terlebih dalam bidang Hadits, Fiqih, dan ilmu gramatika arab, bahkan dia paling mahir dan paling alim orang jawa pada masanya sehingga dia dikenal dengan gelar “Guru besar orang-orang Jawa”, pada akhirnya dia memilih menetap di daerah tempat wafatnya (Bangkalan) setelah pergi dari kota asalnya (untuk menimba ilmu) dalam waktu yang tidak bisa dibilang sebentar, lalu dia membangun pesantren.
Lebih dari setengah jiwa lulus berkat kedua tangannya dari berbagai pelosok negeri Indonesia, tiga ribu diantara anak didiknya menjadi pemuka dan tokoh yang menjadi rujukan (di daerahnya masing-masing) baik di Pulau Jawa, Sumatera dan Madura dan masing-masing mereka berhak mendapatkan gelar “Kiyai” yang bermakna “Sosok ‘Allamah Besar”, bahkan diantara santri-santrinya terdapat dua ratus orang berkebangsaan arab yang setiap dari mereka berpredikat “Allamah” atau “Al-‘Arif billah” atau “Al-Faqih”.
Sehingga pantaslah jika seorang Al-Allamah Kiyai Ahmad Qusyairi bin Shiddiq Al-Lasimi Al-Pasuruani dalam muqaddimah kitab As-Silah menyebutkan bahwa Syaikhona Mohammad Kholil dalam ilmu Nahwu seperti Imam Sibawaih, dalam ilmu Fiqh seperti Imam An-Nawawi, dalam kewalian, kasyaf dan banyaknya karomah seperti Wali Qutb Al-Jilani, bahkan juga dalam usianya.
Menjelang 1 Abad NU yaitu hari lahir Nahdlatul Ulama yang ke-100 tahun dalam versi hitungan kalender Hijriyah, banyak fakta menarik yang terus bermunculan atau ditemukan setelah lama terpendam, baik fakta yang berhubungan dengan Syaikhona Muhammad Kholil maupun yang berhubungan dengan NU sendiri. Walaupun sebenarnya fakta-fakta tersebut sudah tertulis dalam sebuah catatan berupa buku atau kitab, manuskrip, surat-surat dan dokumen penting lainnya. Namun, hal ini bukanlah suatu kejadian yang telah direncanakan melainkan memang dalam jati diri organisasi NU terdapat keistimewaan berupa keberkahan dan kekeramatan.
Pertama, berdasarkan hasil penelitian seorang akademisi bernama Phil Caruso dari Tillman-Harvard University, dikutip oleh Robin Bush dalam disertasinya berjudul “Nahdlatul Ulama and the Struggle for Power Within Islam and Politics in Indonesia (Singapure: Institute of Southeast Asian Studies, 2009)” menyebutkan bahwa organisasi NU dalam rekam jejak sejarah mulai berdiri hingga saat ini tidak pernah memiliki riwayat mengumbar kebencian, menganjurkan permusuhan, memberontak terhadap pemerintah, melakukan perlawanan terhadap negaranya sendiri apalagi membelot dari UUD dan Pancasila. Informasi ini dipaparkan oleh Bapak Islah Bahrawi (Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia) pada saat mengisi seminar kebangsaan dalam acara Musyawarah Besar II 2022 Alumni dan Simpatisan Syaichona Moh. Cholil (ASSCHOL) di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
Artikel Terkait
Catatan perjalanan 6 jam dari Malang ke Bangkalan
Pimpinan Nules.co Berikan Tips Menulis Cepat Kepada Mahasiswa STAIS Bangkalan
Doa Sholawat Nabi Dari Syaikhona Kholil Bangkalan Paling Mujarab Untuk Yang Sedang Kesusahan
Inilah hasil lengkap balap motor Bupati Cup Bangkalan Road Race Championship 2022
Inilah kronologi mahasiswi di Bangkalan hilang motornya
Sarino, pencipta lagu Dir Dur Daeng ternyata warga asal Bangkalan Madura
Aneka Olahan Bebek di Bangkalan Madura
Delapan Tempat Wisata di Bangkalan Ini, Recomended Banget
5 kuliner khas Bangkalan yang wajib kamu coba. Nggak cuma Sate Madura!