Kearifan Pesantren: Etika Murid Kepada Guru

- Senin, 20 Maret 2023 | 18:16 WIB
Adab santri pada kiai (Santri Demangan)
Adab santri pada kiai (Santri Demangan)

NULES.CO - Saya sangat takjub dengan kearifan etika antara murid kepada guru yang diaplikasikan oleh KH. Abdul Karim atau Mbah Manaf (1856-1954 M) sang pendiri pondok pesantren Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, kepada Syakihona Muhammad Kholil Bangkalan atau akrab disebut Mbah Kholil. Tercatat dalam sejarah bahwa beliau berguru kepada Mbah Kholil selama 23 tahun.

Yaitu para dzurriyah atau keturunan Mbah Kholil yang mondok di pesantren Lirboyo, disediakan tempat khusus yang nyaman serta terpisah dari santri lainnya dan diperkenankan membawa peralatan elektronik seperti HP. Perlakuan istimewa ini tidak dirasakan oleh santri selain keturunan Mbah Kholil, kendati mereka juga anak-cucu ulama tersohor.

Ini, merupakan manifestasi dari etika murid, Mbah Manaf kepada gurunya, Mbah Kholil yang senantiasa dilestarikan oleh keturunan-keturunannya. Dan ikatan penghormatan murid terhadap guru tidak pernah terputus. Bahkan terus diwariskan turun-temurun.

Baca Juga: Siapkan hal berikut sebelum datang bulan Ramadan

Mengapa sebegitu hormatnya Mbah Manaf kepasa Mbah Kholil? Sampai diwariskan kepada anak-cucu mereka?

Pertanyaan itu bisa dijawab menilik background dari proses berguru Mbah Manaf kepada Mbah Kholil yang berada di lingkungan pesantren. Ya, realita ikatan murid/santri kepada guru/ustad di pesantren tidak pernah terputus. Ikatan inilah yang tetap mendeklarasikan etika murid terhadap guru dan yang tetap berlaku sampai kapan pun.

Tidak ada istilah 'mantan guru' di komunitas kaum sarungan, pesantren. Santri yang pernah belajar kepada ustad dalam beberapa waktu tertentu, lalu setelah itu proses demikian usai, maka bukan berarti memutus ikatan guru & murid. Artinya hak-hak murid terhadap guru harus terus dipenuhi.

Lalu tidak ada istilah 'alumni' bagi santri kepada pesantren. Oleh karenanya, pengabdian penuh santri meski sudah keluar dari pesantren terus dipatenkan.

Saya, sebagai santri, bukan berarti ingin menjunjung tinggi pesantren dari lembaga lainnya. Tetapi fakta telah membuktikan. Tidak bisa dipungkiri lagi, kalau pesantren harus menjadi kiblat sentral dalam masalah moral murid kepada guru.

Baca Juga: Catatan untuk Penulis Pemula

Krisis moral dan maraknya kasus tak senonoh yang sering dijumpai antara murid kepada gurunya, harus dihentikan. Guru yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa, wajib dihormati. Demikian bisa diperoleh jikalau memandang kepada praktik etika murid kepada guru di pesantren.

Para pelajar harus bercermin kepada etika yang mentradisi di pesantren. Bagaimana santri beretika ustadnya, semisal dengan berhenti dan menunduk ketika ustad lewat di depannya, tidak berjalan beriringan, tidak menduduki tempat duduk ustad, duduk bersimpuh di hadapan ustad, hormat kepada anak-cucu ustad, memperhatikan ustad ketika menerangkan, tidak bertanya dan berbicara sebelum memperoleh izin, dll.

Etika itu harus dilanggengkan meski seorang guru tidak mengajar lagi, alias sudah usai. Mari hapus istilah 'mantan guru' dan 'alumni'. Para pelajar, termasuk saya, mesti juga menghormati anak-cucu dari guru kita, bahkan kita mesti mendoktrin anak-cucu kita agar juga menghormati keturunan dari guru kita.

Editor: Ahmad Kaab

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Mengenal lebih jauh tentang Makrab

Sabtu, 20 Mei 2023 | 15:50 WIB

Apakah Suara Perempuan Aurat?

Sabtu, 20 Mei 2023 | 13:34 WIB

Membeli Keringat Guru

Selasa, 2 Mei 2023 | 22:04 WIB

Catatan Soal Takjil

Jumat, 31 Maret 2023 | 01:32 WIB

Berpikir Lateral, Solusi Berpikir yang Cermat

Minggu, 26 Maret 2023 | 14:02 WIB

Lingkungan Toxic yang Tidak Kita Sadari

Minggu, 26 Maret 2023 | 13:51 WIB
X